Saturday 12 October 2013

Ironi Idealisme

Salam
Semoga senantiasa didalm rahmat dan hidayahNya
Amin

Berawal dari kejadian beberapa pengalaman di tahun tahun sebelumnya, kondisi kemahasiswaan di tingakatan KM ( Keluarga Mahasiswa ) ITS seakan akan kebebasan berorganisasi semakin digerus dan di intervensi. Sebagai landasan fundamental dalam regenerasi tongkat estafet suatu organisasi tentu ada proses tersendiri yang dibutuhkan guna mempersiapkan bekal dan meneruskan perjuangan pendahulunya yang sering kita sebut pola pengembangan ( kaderisasi ). Sering kita dengar bahwa kampus teknik tanpa ada istilah kaderisasi rasa rasanya ruh kampus teknik belum sepenuhnya tertanam. disadari atau tidak bila hal demikian kita komparasikan dengan kondisi kampus nasional tentu hal yang sering melekat dengan ITS dimata kawan kawan kampus lain adalah kaderisasi. Dewasa ini kondisi kemahasiswaan di lingkup KM yang sejatinya berlandas dan bergerak atas azas dari, oleh, dan untuk mahasiswa hal tersebut bukan lagi menjadi pegangan bagi kawan kawan yang berkiprah di ormawa KM khususnya tataran HMJ, beberapa bukti yang mengindikasikan hal tersebut sudah bukan menjadi pegangan lagi adalah pertama, terkadang ilmu sebenarnya yang diterapkan pada suatu sistem lambat laun akan hilang sedikit demi sedikit sejalan dengan bertambahnya tahun ke tahun, zaman ke zaman, contoh konkretnya hakekat sebuah ormawa berdiri tentu memiliki tujuan dan latarbelakang, sayangnya banyak diantara kita yang belum tahu tools ideal yang diterapkan guna pencapain main goal dari suatu organisasi. mungkin hal demikian disebabkan kesenjangan tahun yang cukup significant antara era saat ini dengan era diawal ormawa atau KM ITS ini terbentuk. hal demikian lah yang menjadikan platform utama pemikiran kita menjadi belum kokoh dan gampang sekali untuk diarahkan oleh pihak pihak yang hanya mengandalkan pengalaman tanpa dasaran yang jelas. kedua ancaman akademik bagi mahasiswa mahasiswa yang di anggap subversif terhadap regulasi mengikat kemahasiswaan dari institusi, dengan adanya hal demikian menjadikan mahasiswa berfikir 5 hingga 10x didalam mengambil tindakan ketika sistem kemahasiswa sudah terintervensi.
     Dari kedua hal diatas mungkin belum bisa dijadikan representatif permasalahan tersebut, namun saya ingin mengkaji permasalahan terkait intervensi yang berlawanan dengan azas dari, oleh, dan untuk mahasiswa di lini kemahasiswaan. Sesuai dengan Keputusan Menteri pendidikan dan kebudayaan di Bab III tentang kedudukan, fungsi dan tanggung jawab organisasi kemahasiswaan
Sedangkan batasan kebebasan organisasi kemahasiswa di perguruan tinggi juga sudah diatur berdasarkan pada




Di pasal 6 peraturan Kepmendikbud yang secara hierarki lebih tinggi dari aturan institusi bahwa, mekanisme tanggung jawab dan aturan perguruan tinggi yang berkaitan dengan organisasi kemahasiswaan dilakukan kesepakatan terlebih dahulu dan kemudian setelah ada kesepakatan maka tanggung jawab dilimpahkan ke perguruan tinggi, hal demikian ini bila saya korelasikan dengan kejadian kejadian yang akhir akhir ini membuat KM ITS menggeliat adalah aturan tentang system kaderisasi di tiap tiap ormawa di tingkatan KM, dimana bila kita telisik di 3 tahun terakhir, system kaderisasi di tahun 2011 semestinya berakhir di 8 bulan pertama, kemudia di tahun 2012 seharusnya berakhir di 6 bulan pertama sedangkan aturan yang terbaru di tahun 2013 ini harus dan wajib berakhir di 1 minggu pertama. Di 2 tahun terakhir aturan tentang 8 bulan dan 6 bulan selalu didiskusikan dengan pihak mahasiswa namun di tahun ini berbeda, tepatnya di tanggal 16 juli 2013 perwakilan di tiap ormawa berkumpul dengan pihak birokrasi se its yang mana tujuan dari forum ini adalah membahas dan berdiskusi tentang aturan OK2BK ( Orientasi keprofesian dan keilmiahan berbasis kurikulum ) yang beberapa tahun terakhir sudah menjadi plan dari pihak birokrasi, forum yang semula ditujukan mengundang mahasiswa guna berdiskusi seputar OK2BK ternyata diwaktu yang bersamaan dari pihak birokrasi memiliki konsep terkait OK2BK yang dilaksanakan di pihak himpunan selama seminggu, tidak hanya itu dari pihak birokrasi juga sudah menyipkan aturan aturan teknis OK2BK yang sudah tersusun rapi berikut punishment ketika di kondisi teknis melenceng dari rules yang sudah ditetapkan. Artinya “gelem gak gelem yo iki” semula yang direncanakan forum diskusi namun berubah menjadi forum sosialisasi. Menurut hemat saya hal demikian sudah terbukti intitusi sudah melakukan inkonstitusional terhadap regulasi secara hierarki berada diatasnya.
Setelah kami disodori oleh aturan diatas, tentu didalam tubuh kemahasiswaan di tingkatan ormawa KM menggeliat dan yang memang benar benar disoroti adalah aturan SK Rektor di poin 11, hal demikian rasa rasanya sudah tidak kompatibel dengan dasar hukum ormawa. Permasalahan demikian khususnya di poin ke 11 pasca sosialisasi di tanggal 16 juli 2013 menjadikan polemic yang seakan akan menjadikan terpasungnya pola kaderisasi yang sudah mengakar sejak berdirinya institusi ini. Sebagaimana tindak lanjut atas keluarnya aturan tersebut maka dari pihak mahasiswa mengusulkan atas basis fundamental dari , oleh, dan untuk mahasiswa dirasa sudah menyalahi dasar hukum ormawa bergerak, alhasil dari pihak mahasiswa mengusulkan untuk poin ke 11 dihapuskan dan melakukan konsolidasi kembali dengan pihak birokrasi guna tindak lanjut perihal ini. Setelah dilakukan konsolidasi dengan birokrasi muncul statement dari birokrasi pusat, kurang lebihnya demikian “poin ke 11 dihapuskan dan pasca kegiatan OK2BK dikembalikan ke system HMJ dengan atau tanpa intervensi khusus dan umum dari kami ke birokrasi jurusan” setelah itu maka dapat disimpulkan pasca OK2BK kami dari pihak HMJ dapat melakukan rules sesuai dengan grand disain masing masing dan sesegera mungkin mengkomunikasikan terkait rules ke pihak birokrasi jurusan sebagai pemangku kebijkan di jurusan.
Setelah itu saya mencoba mengkomunikasikan terkait grand disain yang akan dijadikan rules selama system ke pihak jurusan, namun didalam komunikasi tersebut hanya berbuah hasil istilah objek dan subjek, menurut hemat saya istilah objek dan subjek secara difinitif kurang jelas dan multitafsir ketika diactualisasikan kedalam system, pasalnya banyak hal yang belum bisa membuktikan istilah demikian bilamana kita implementasikan dalam tataran teknis sedangkan setelah pasca OK2BK tidak ada kegitan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan mahasiswa baru. Mencoba membandingkan permasalahan kami dijurusan dengan kawan kawan dari jurusan lain, secara umum arahannya sama terkait istilah objek dan subjek di benang merah hasil komunikasi. Mencoba menyimpulkan ternyata kondisi hingga tataran KM sama, artinya secara langsung hal yang disepakti sebelumnya tidak bisa dijadikan bahan acuan. Inilah poin yang mengindikasikan inkonsistensi birokrasi terhadap hasil yang sudah disepakati sebelumnya. Pun kondisi demikian berlarut larut hingga kedepannya saya rasa lambat laun system yang mengakar guna penanaman nilai, pembentukan karakter dan transformasi mindset siswa ke mahasiswa akan semakin tergerus oleh kedigdayaan birokrasi dengan ancaman akademik yang ada dibelakangnya. Pertanyaannya bagaimana dengan azas awal yang kita jadikan pijakan dewasa ini?


Idealisme Harga Mati?










Salam
Andre Soetresno



 

© 2013 LogikaProgressive. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top