Salam
Semoga senantiasa didalm rahmat dan hidayahNya
Amin
Berawal dari kejadian beberapa pengalaman di tahun tahun sebelumnya, kondisi
kemahasiswaan di tingakatan KM ( Keluarga Mahasiswa ) ITS seakan akan kebebasan
berorganisasi semakin digerus dan di intervensi. Sebagai landasan fundamental
dalam regenerasi tongkat estafet suatu organisasi tentu ada proses tersendiri
yang dibutuhkan guna mempersiapkan bekal dan meneruskan perjuangan pendahulunya
yang sering kita sebut pola pengembangan ( kaderisasi ). Sering kita dengar
bahwa kampus teknik tanpa ada istilah kaderisasi rasa rasanya ruh kampus teknik
belum sepenuhnya tertanam. disadari atau tidak bila hal demikian kita
komparasikan dengan kondisi kampus nasional tentu hal yang sering melekat
dengan ITS dimata kawan kawan kampus lain adalah kaderisasi. Dewasa ini kondisi
kemahasiswaan di lingkup KM yang sejatinya berlandas dan bergerak atas azas
dari, oleh, dan untuk mahasiswa hal tersebut bukan lagi menjadi pegangan bagi
kawan kawan yang berkiprah di ormawa KM khususnya tataran HMJ, beberapa bukti
yang mengindikasikan hal tersebut sudah bukan menjadi pegangan lagi adalah
pertama, terkadang ilmu sebenarnya yang diterapkan pada suatu sistem lambat
laun akan hilang sedikit demi sedikit sejalan dengan bertambahnya tahun ke
tahun, zaman ke zaman, contoh konkretnya hakekat sebuah ormawa berdiri tentu
memiliki tujuan dan latarbelakang, sayangnya banyak diantara kita yang belum
tahu tools ideal yang diterapkan guna pencapain main goal dari suatu
organisasi. mungkin hal demikian disebabkan kesenjangan tahun yang cukup
significant antara era saat ini dengan era diawal ormawa atau KM ITS ini
terbentuk. hal demikian lah yang menjadikan platform utama pemikiran kita
menjadi belum kokoh dan gampang sekali untuk diarahkan oleh pihak pihak yang
hanya mengandalkan pengalaman tanpa dasaran yang jelas. kedua ancaman akademik
bagi mahasiswa mahasiswa yang di anggap subversif terhadap regulasi mengikat
kemahasiswaan dari institusi, dengan adanya hal demikian menjadikan mahasiswa
berfikir 5 hingga 10x didalam mengambil tindakan ketika sistem kemahasiswa
sudah terintervensi.
Dari kedua hal diatas mungkin belum bisa dijadikan representatif permasalahan
tersebut, namun saya ingin mengkaji permasalahan terkait intervensi yang
berlawanan dengan azas dari, oleh, dan untuk mahasiswa di lini kemahasiswaan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri pendidikan dan kebudayaan di Bab III tentang
kedudukan, fungsi dan tanggung jawab organisasi kemahasiswaan
Sedangkan batasan kebebasan organisasi kemahasiswa di
perguruan tinggi juga sudah diatur berdasarkan pada
Di
pasal 6 peraturan Kepmendikbud yang secara hierarki lebih tinggi dari aturan
institusi bahwa, mekanisme tanggung jawab dan aturan perguruan tinggi yang
berkaitan dengan organisasi kemahasiswaan dilakukan kesepakatan terlebih dahulu
dan kemudian setelah ada kesepakatan maka tanggung jawab dilimpahkan ke
perguruan tinggi, hal demikian ini bila saya korelasikan dengan kejadian
kejadian yang akhir akhir ini membuat KM ITS menggeliat adalah aturan tentang
system kaderisasi di tiap tiap ormawa di tingkatan KM, dimana bila kita telisik
di 3 tahun terakhir, system kaderisasi di tahun 2011 semestinya berakhir di 8
bulan pertama, kemudia di tahun 2012 seharusnya berakhir di 6 bulan pertama
sedangkan aturan yang terbaru di tahun 2013 ini harus dan wajib berakhir di 1
minggu pertama. Di 2 tahun terakhir aturan tentang 8 bulan dan 6 bulan selalu
didiskusikan dengan pihak mahasiswa namun di tahun ini berbeda, tepatnya di
tanggal 16 juli 2013 perwakilan di tiap ormawa berkumpul dengan pihak birokrasi
se its yang mana tujuan dari forum ini adalah membahas dan berdiskusi tentang
aturan OK2BK ( Orientasi keprofesian dan keilmiahan berbasis kurikulum ) yang
beberapa tahun terakhir sudah menjadi plan dari pihak birokrasi, forum yang
semula ditujukan mengundang mahasiswa guna berdiskusi seputar OK2BK ternyata
diwaktu yang bersamaan dari pihak birokrasi memiliki konsep terkait OK2BK yang
dilaksanakan di pihak himpunan selama seminggu, tidak hanya itu dari pihak
birokrasi juga sudah menyipkan aturan aturan teknis OK2BK yang sudah tersusun
rapi berikut punishment ketika di kondisi teknis melenceng dari rules yang
sudah ditetapkan. Artinya “gelem gak gelem yo iki” semula yang direncanakan
forum diskusi namun berubah menjadi forum sosialisasi. Menurut hemat saya hal
demikian sudah terbukti intitusi sudah melakukan inkonstitusional terhadap
regulasi secara hierarki berada diatasnya.
Setelah
kami disodori oleh aturan diatas, tentu didalam tubuh kemahasiswaan di
tingkatan ormawa KM menggeliat dan yang memang benar benar disoroti adalah
aturan SK Rektor di poin 11, hal demikian rasa rasanya sudah tidak kompatibel
dengan dasar hukum ormawa. Permasalahan demikian khususnya di poin ke 11 pasca
sosialisasi di tanggal 16 juli 2013 menjadikan polemic yang seakan akan menjadikan
terpasungnya pola kaderisasi yang sudah mengakar sejak berdirinya institusi
ini. Sebagaimana tindak lanjut atas keluarnya aturan tersebut maka dari pihak
mahasiswa mengusulkan atas basis fundamental dari , oleh, dan untuk mahasiswa
dirasa sudah menyalahi dasar hukum ormawa bergerak, alhasil dari pihak
mahasiswa mengusulkan untuk poin ke 11 dihapuskan dan melakukan konsolidasi
kembali dengan pihak birokrasi guna tindak lanjut perihal ini. Setelah
dilakukan konsolidasi dengan birokrasi muncul statement dari birokrasi pusat,
kurang lebihnya demikian “poin ke 11 dihapuskan dan pasca kegiatan OK2BK
dikembalikan ke system HMJ dengan atau tanpa intervensi khusus dan umum dari
kami ke birokrasi jurusan” setelah itu maka dapat disimpulkan pasca OK2BK kami
dari pihak HMJ dapat melakukan rules sesuai dengan grand disain masing masing
dan sesegera mungkin mengkomunikasikan terkait rules ke pihak birokrasi jurusan
sebagai pemangku kebijkan di jurusan.
Setelah
itu saya mencoba mengkomunikasikan terkait grand disain yang akan dijadikan
rules selama system ke pihak jurusan, namun didalam komunikasi tersebut hanya
berbuah hasil istilah objek dan subjek, menurut hemat saya istilah objek dan
subjek secara difinitif kurang jelas dan multitafsir ketika diactualisasikan
kedalam system, pasalnya banyak hal yang belum bisa membuktikan istilah
demikian bilamana kita implementasikan dalam tataran teknis sedangkan setelah
pasca OK2BK tidak ada kegitan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan
mahasiswa baru. Mencoba membandingkan permasalahan kami dijurusan dengan kawan
kawan dari jurusan lain, secara umum arahannya sama terkait istilah objek dan
subjek di benang merah hasil komunikasi. Mencoba menyimpulkan ternyata kondisi
hingga tataran KM sama, artinya secara langsung hal yang disepakti sebelumnya
tidak bisa dijadikan bahan acuan. Inilah poin yang mengindikasikan
inkonsistensi birokrasi terhadap hasil yang sudah disepakati sebelumnya. Pun
kondisi demikian berlarut larut hingga kedepannya saya rasa lambat laun system
yang mengakar guna penanaman nilai, pembentukan karakter dan transformasi
mindset siswa ke mahasiswa akan semakin tergerus oleh kedigdayaan birokrasi
dengan ancaman akademik yang ada dibelakangnya. Pertanyaannya bagaimana dengan
azas awal yang kita jadikan pijakan dewasa ini?
Idealisme Harga Mati?
Salam
Andre
Soetresno
0 comments:
Post a Comment